Sabtu, 16 Oktober 2021

Keragaman dan Keberagamaan Indonesia

Ilustrasi keragaman bangsa. (via Kompas)
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/112662/memaknai-keragaman-bangsa

Indonesia merupakan salah satu bangsa yang hidup didalamnya tidak hanya beberapa agama, tapi juga suku, budaya, dan rasnya yang menjadikannya sebagai bangsa yang penuh keragaman dan keberagaman. Negara yang juga disebut sebagai nusantara ini, dengan kekayaan yang ada, diyakini sebagai takdir. Ia tidak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Mencipta, bukan untuk ditawar tapi untuk diterima (taken for granted), (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia 2019).

Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia. Pasalnya, Selain enam agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia 2019). Berkaitan dengan hal itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2010, secara keseluruhan jumlah suku dan sub suku di Indonesia sebanyak 1331, meskipun pada tahun 2013 jumlah ini berhasil diklasifikasi oleh BPS sendiri, bekerja sama dengan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), menjadi 633 kelompok­kelompok suku besar.

Sementara itu,  badan bahasa pada tahun 2017 berhasil memetakan dan memverifikasi 652 bahasa  daerah  di  Indone­ sia, tidak termasuk dialek dan sub­dialeknya. Sebagian bahasdaeratersebutentu juga memiliki jenis aksaranya sendiri, seperti Jawa, Sunda,   Jaw Kuno,   Sunda Kuno,  Pegon,  Arab­Melayu atau Jawi, Bugis­Makassar, Lampung, dan lainnya (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia 2019). Sebagian aksara tersebut digunakan oleh lebih dari satu bahasa yang berbeda, seperti aksara Jawi yang juga digunakan untuk menuliskan bahasa Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Wolio.

Selain suku, ras dan bahasa, masyarakat indoensia juga tersebar dalam enam agama, yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Bud­ dha, dan Khonghucu. Meskpun hanya enam agama tersebut yang diakui Negara, namun keyakinan dan kepercayaan keagamaan sebagian masyarakat Indonesia tersebut juga diekspresikan dalam ratusan agama leluhur dan penghayat kepercayaan. Jumlah kelompok penghayat kepercayaan, atau agama lokal di Indonesia bisa mencapai angka ratusan bahkan ribuan.

Dengan kenyataan beragamnya masyarakat Indonesia itu, dapat dibayangkan betapa beragamnya pendapat, pan­ dangan, keyakinan, dan kepentingan masing­masing warga bangsa, termasuk dalam beragama. Beruntung kita memiliki. satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, sehingga berbagai keragaman keyakinan tersebut masih dapat dikomunikasikan, dan karenanya antarwarga bisa saling memahami satu sama lain. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa gesekan akibat kekeliruan mengelola keragaman itu sering juga terjadi.

Dari perspektif agama, keragaman adalah suatu anugerah dan kehendak Tuhan; jika Tuhan menghendaki, tentu tidak sulit membuat hamba­hamba­Nya menjadi seragam dan satu jenis saja. Tapi Dia memang Maha Menghendaki agar umat manusia beragam, bersuku­suku, berbangsa­bangsa, dengan tujuan agar kehidupan menjadi dinamis, saling belajar, dan saling mengenal satu sama lain (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia 2019). Tentu hal itu merupakan suatu keindahan yang patut disyukuri.

Di era demokrasi yang serba terbuka, perbedaaan pandangan dan kepentingan di antara warga negara yang sangat beragam patut dikelola dengan baik, sehingga semua aspirasi warganya dapat tersalurkan sebagaimana mestinya. Begitupun soal agama, konstitusi kita menjamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing­masing. Tentu, amanat konstitusi soal kerukuran antarumat beragama tersebut harus dijaga, dirawat dan dikelola dengan baik sehingga tidak hanya menjadi Negara percontohan bagi bangsa-bangsa lainnya tapi juga menjadi rumah ternyaman bagi seluruh pemeluk agama yang ada didalamnya. Pasalnya, konflik berlatar belakang agama, terutama yang disertai dengan aksi­aksi kekerasan bisa saja terjadi jika keragaman dan keberagaman warga Negara itu tidak dijaga dan dikelola dengan baik.

Mengapa demikian? sebab agama, apa pun dan di mana pun, memiliki sifat dasar keberpihakan yang sarat dengan muatan emosi, dan subjek­tivitas tinggi, sehingga hampir selalu melahirkan ikatan emo­sional pada pemeluknya. Bahkan bagi pemeluk fanatiknya, agama merupakan "benda" suci yang sakral, angker, dan kramat. Alih­alih menuntun pada kehidupan yang tenteram dan menenteramkan, fanatisme ekstrem terhadap kebe­naran tafsir agama tak jarang menyebabkan permusuhan dan pertengkaran di antara mereka (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia 2019). Karenanya, mari kita jaga, rawat dan kelola kekayaan yang ada dengan baik sehingga menekan bahkan ikut menghindarkan dari kekacauan yang disebabkan oleh perbedaan.